Banyaknya media massa
yang masih menggunakan bahasa daerah maupun bahasa asing dalam setiap berita,
membuat masyarakat semakin jauh dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Oleh karena itu, Forum
Bahasa Media Massa (FBMM) bersama Tempo,
Selasa (11/11/14) mengadakan diskusi bahasa dengan tema “Bahasa Daerah di Media
Massa” bertempat di Universitas Atma Jaya, Jakarta. Dihadiri oleh 216 peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa
, wartawan, dan tamu undangan lainnya.
Menurut Uu Suhardi,
pengurus FBMM mengatakan “Diskusi ini adalah bentuk kepedulian Tempo untuk bahasa Indonesia,
mengembangkan dan merawat bahasa Indonesia”, katanya.
Foto by : Jihan Rasidah |
Menanggapi bahasa
daerah di media massa, menurut Bagja Hidayat redaktur politik Tempo mengatakan “Media massa tidak mengharamkan
adanya bahasa daerah di media massa, namun penempatannya harus tepat,”
ungkapnya.
Dia menambahkan, “Seperti
contoh, kosa kata bahasa Sunda Ngabuburit
yang menjadi umum dan tidak asing lagi bagi masyarakat, dan kata
“blusukan” diterima oleh masyarakat
karena Jokowi sering melafalkannya.”katanya.
Selain Bagja Hidayat
yang menjadi pembicara, hadir pula Tendy K Soemantri (Mantan wartawan Pikiran
Rakyat), Ibnu Wahyudi (Dosen sastra, dan linguistik UI) dan Rita Sri Hastuti
(Dosen Politeknik Negeri Jakarta) sebagai moderator pada acara diskusi bahasa.
“Ada 3 hal yang
mendorong media massa menggunakan bahasa daerah. Yang pertama, melibatkan
urusan emosional dengan pembaca, pendengar, pemirsa. Menanamkan pengaruh berkaitan
dengan kebijakan dan memberikan tekanan yang lebih ekspresif saat menyampaikan
pesan,” tutur Tendy K Soemantri.
Terakhir, dosen sastra
linguistik UI yang akrab dipanggil pak Ibem mengatakan “Jangan terlalu mengagungkan
bahasa asing,dan bahasa daerah,” katanya.
0 Response to "Bahasa Daerah di Media Massa Harus Tepat"
Post a Comment